SMKSU Guncang Kemenag Medan: Tuntut Kepala Madrasah dan Ketua Komite MTsN 2 Medan Dicopot Terkait Dugaan Pungli, Nepotisme, dan Pengelolaan Dana oleh Eks Napi Korupsi


 MEDAN,- 

Aroma busuk dugaan korupsi di tubuh MTsN 2 Medan akhirnya meledak ke permukaan. Satuan Mahasiswa Kolaborasi Sumatera Utara (SMKSU) datang ke Kantor Kemenag Kota Medan, Senin (17/11) menumpahkan rasa kekecewaan, kemarahan publik atas dugaan praktik pungutan liar (pungli), nepotisme, dan pengelolaan dana oleh mantan narapidana korupsi yang mencoreng lembaga pendidikan tersebut.


Aksi mahasiswa ini bukan sekadar protes biasa. Mereka datang dengan amarah yang membara, membawa persoalan yang tidak main-main.

 

"Kepala Madrasah dan Ketua Komite MTsN 2 Medan kami duga mengangkangi aturan pendidikan dengan mempekerjakan mantan koruptor sebagai operator Komite untuk mengelola dana pendidikan".


Sebuah tindakan yang tak hanya nekat, tetapi juga dianggap sebagai penghinaan telanjang terhadap integritas lembaga pendidikan.


Menurut penelusuran lapangan dan pernyataan resmi SMKSU, skema ini diduga berjalan rapi:

* Penarikan dana komite diduga dipaksakan, mencapai Rp100.000 per bulan,

* Pengelolaan dana diserahkan kepada seseorang yang diduga pernah terlibat kasus korupsi,

* Orang tua yang protes diduga ditekan dengan dalih aturan komite,

* Dan semuanya berjalan bertentangan dengan aturan jelas: PMA No. 16 Tahun 2020 serta Putusan MK 27 Mei 2025 yang menegaskan pendidikan dasar wajib gratis.


Dalam dunia pendidikan yang seharusnya bersih, praktik seperti ini adalah skandal memalukan. Bahkan bagi yang sudah terbiasa melihat penyimpangan birokrasi.


SMKSU: “Ini Bukan Madrasah, Ini Ladang Bisnis! Copot Mereka!”


Rahman Hasibuan Ketua SMKSU, tampil meledak-ledak dalam orasinya. Dengan suara tinggi dan penuh emosi, ia menghujani dugaan pelanggaran tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang sangat menjijikkan.


“Kalau benar ada pungli, kalau benar ada nepotisme, kalau benar dana dikelola oleh mantan napi koruptor—itu bukan madrasah, itu ladang bisnis oknum! Kakan Kemenag Medan wajib bersikap. Jangan diam! Copot Kepala Madrasah dan Ketua Komite!” teriak Rahman Hasibuan di depan kantor Kemenag.


Ia menegaskan bahwa dugaan praktik seperti ini tak bisa ditoleransi, apalagi terjadi di lembaga yang membawa nama “Negeri” dan berada langsung di bawah Kementerian Agama.


Kesaksian Orang Tua: “Kami Dipaksa Bayar!”


Seorang wali murid akhirnya angkat suara. Dengan nada kecewa, ia mengungkapkan bahwa para orang tua “wajib” membayar Rp100.000 setiap bulan, meski pihak madrasah menyebutnya “sumbangan komite”.


Padahal aturan Kemenag jelas: Sumbangan harus sukarela. Tanpa paksaan. Tanpa kewajiban.


Kesaksian ini memperkuat gerakan protes SMKSU bahwa telah terjadi penyelewengan yang sistematis di MTsN 2 Medan. Bila benar terbukti, maka madrasah ini bukan hanya melanggar aturan pendidikan—tetapi juga bersinggungan langsung dengan unsur pidana, sebagaimana dikatakan Rahman Hasibuan. Ia bahkan menyebut bahwa Aparat Penegak Hukum (APH) seharusnya tidak tinggal diam.


Desakan Menggema: Evaluasi Total atau Kami Kembali!


Menutup aksi, SMKSU memberikan ultimatum keras:

* Evaluasi menyeluruh,

* Copot jabatan semua yang terlibat,

* Buka transparansi pengelolaan dana,

* Panggil pihak yang diduga mantan napi koruptor,

* Dan tindak tegas bila ada unsur pidana.


SMKSU menegaskan mereka akan mengawal kasus ini hingga akhir. “Kami tidak akan berhenti. Kami akan kembali dengan massa lebih besar jika Kemenag hanya diam atau mencoba menutup-nutupi fakta,” ujar Rahman Hasibuan .


Aksi ini menandai bahwa publik semakin muak dan tidak lagi mau menerima praktik-praktik yang merusak pendidikan. MTsN 2 Medan kini berada dalam sorotan paling tajam, dan langkah Kakan Kemenag Medan berikutnya akan menjadi penentu apakah kasus ini dibersihkan atau justru dibiarkan membusuk. (tim)


Posting Komentar

0 Komentar