MEDAN,-
Cipayung Plus Sumatera Utara yang terdiri dari PMII, IMM, KAMMI, HIMMAH, dan GMKI, menyampaikan sikap resmi menolak tegas pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Soeharto. Penolakan tersebut disampaikan dalam konferensi pers sebagai respon atas keputusan pemerintah yang dinilai bertentangan dengan moralitas, sejarah, serta regulasi negara.(16/11)
Dalam pernyataannya, Cipayung Plus Sumut menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bentuk pengaburan sejarah, penafian terhadap korban pelanggaran HAM, serta ancaman terhadap nilai-nilai Reformasi 1998 yang diperjuangkan oleh mahasiswa dan rakyat.
Menolak Glorifikasi Masa Kelam Orde Baru
Dalam pernyataan sikapnya, Cipayung Plus Sumatera Utara menyoroti bahwa pemberian gelar pahlawan tidak dapat dipisahkan dari rekam jejak seseorang. Dalam hal ini, kepemimpinan Soeharto dinilai sarat dengan tragedi, penyalahgunaan kekuasaan, dan praktik korupsi yang merusak sendi demokrasi Indonesia.
Catatan Kelam Kepemimpinan Soeharto yang Ditekankan Cipayung Plus Sumut:
1. Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia
Pembantaian massal pasca 1965 yang belum pernah diselesaikan melalui mekanisme hukum yang adil.
Pembungkaman kebebasan pers, akademisi, dan oposisi.
Penahanan sewenang-wenang serta tindakan represif terhadap buruh, petani, aktivis, dan mahasiswa.
2. Rezim Otoritarian dan Anti-Demokrasi
Kontrol ketat terhadap parlemen, media, serta kehidupan politik rakyat.
Manipulasi pemilu.
Indoktrinasi masif oleh negara untuk mempertahankan kekuasaan.
3. Korupsi Terstruktur, Sistematis, dan Masif
Soeharto disebut berbagai laporan internasional sebagai salah satu pemimpin paling korup di dunia, membangun sistem ekonomi yang menguntungkan kroni dan keluarga hingga membebani rakyat.
4. Puncak Perlawanan: Reformasi 1998
Gerakan mahasiswa dan rakyat adalah bukti bahwa rezim Soeharto telah melenceng jauh dari nilai konstitusi. Reformasi merupakan jeritan bangsa terhadap otoritarianisme dan kesewenang-wenangan negara.
Pemerintah Dianggap Melanggar Aturan dan Moral Kepahlawanan
Cipayung Plus Sumut juga menilai bahwa pemberian gelar ini melanggar UU No.20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, terutama karena:
Penerima gelar tidak boleh pernah melakukan perbuatan tercela.
Harus menjunjung tinggi moralitas, integritas, dan nilai kemanusiaan.
Selain bertentangan dengan hukum, keputusan pemerintah dianggap:
Mengacaukan pendidikan sejarah nasional
Mengaburkan memori korban
Menodai nilai luhur gelar pahlawan
Tuntutan Resmi Cipayung Plus Sumatera Utara
1. Mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto karena tidak memenuhi kriteria hukum maupun moral.
2. Menolak seluruh bentuk glorifikasi Orde Baru dan upaya rehabilitasi politik Soeharto.
3. Menegaskan bahwa Soeharto adalah simbol anti-reformasi, sehingga pemberian gelar pahlawan merupakan penghinaan terhadap perjuangan mahasiswa pada 1998.
4. Mendorong negara menghormati memori korban dan memperkuat pendidikan sejarah kritis.
5. Menyerukan seluruh elemen bangsa untuk menjaga demokrasi dan HAM sebagai warisan Reformasi.
Sebagai bentuk sikap politik moral, Cipayung Plus Sumut akan menggelar aksi turun ke jalan secara damai dan konstitusional untuk mendesak Presiden membatalkan gelar tersebut.
STATEMENT RESMI KETUA MASING-MASING ORGANISASI
1. Agung Prabowo — Ketua PKC PMII Sumut
"PMII menolak keras pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Sejarah tidak boleh dibelokkan hanya demi kepentingan politik. Banyak sahabat bangsa yang wafat karena represi rezim Orde Baru. Negara harus berdiri di sisi korban, bukan pelaku."
2. Rahmat Taufik Pardede Ketua DPD IMM Sumut
"IMM menilai keputusan ini melukai rasa keadilan publik. Gelar pahlawan adalah penghargaan moral tertinggi, bukan alat rekayasa sejarah. Pemerintah harus menghormati prinsip kemanusiaan dan akal sehat sejarah bangsa."
3. Irham Sadani Rambe Ketua PW KAMMI Sumut
"KAMMI menganggap bahwa pemberian gelar ini mencederai nilai perjuangan Reformasi 1998. Kami tidak akan diam melihat demokrasi mundur. Negara tidak boleh mewariskan kebohongan sejarah kepada generasi muda."
4. Kamaluddin Nazuli Siregar — Ketua PW HIMMAH Sumut
"HIMMAH menegaskan bahwa kepahlawanan harus melekat pada moralitas. Catatan kelam Soeharto dalam pelanggaran HAM dan korupsi tidak bisa dihapus. Gelar ini harus dicabut demi menjaga kehormatan negara dan nurani publik."
5. Chrisye Sitorus — Ketua GMKI Sumut
"GMKI dengan tegas menolak normalisasi rezim yang penuh luka sejarah. Gelar pahlawan bukan sekadar simbol, tetapi refleksi nilai kemanusiaan. Memberikan gelar kepada tokoh kontroversial adalah bentuk ketidakadilan bagi seluruh korban Orde Baru."
Penutup
Cipayung Plus Sumatera Utara menegaskan bahwa sejarah bangsa tidak boleh direvisi hanya untuk memenuhi kepentingan politik sesaat. Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto dianggap sebagai langkah yang melecehkan memori korban, mengganggu integritas sejarah, serta membahayakan masa depan demokrasi Indonesia.
Cipayung Plus Sumut berkomitmen untuk terus bersuara, mengawal demokrasi, dan menjaga warisan Reformasi dari segala bentuk upaya pembungkaman dan glorifikasi otoritarianisme. (tim)

0 Komentar